Seperti Pagi Sebelumnya

Tadi pagi, waktu matamu penuh embun, kukecup kedua kelopaknya. Kau tak bergerak, hanya sedikit bersuara manja. Inilah saat-saat yang paling kusuka. Tanganmu terjuntai ke atas. Mulutmu menganga kecil. Kaos putih polos membalut tubuhmu.

Secepat kilat, kudekap tubuhmu, berteduh di kolong ketiakmu. Aromamu khas. Aku mau seperti ini dua atau tiga jam lagi. Lupakan jam yang berdering. Lupakan alarm di handphone. Biarkan bocah-bocah kecil itu mencari roti dan selainya sendiri. Kita berdua di sini. Berceloteh soal kentang goreng dan telor ceplokmu yang gosong.

Aku di sampingmu. Memelukmu dalam segala kedamaian dan cinta. Dadamu naik turun. Napasmu berhembus. Berpadu dengan degup jantungku. Kita satu. Bahkan ketika pertama bertemu, firasat itu begitu kuat, bahwa kau dan aku adalah satu.

Aku mencintaimu… Cinta yang kental. Pekat dengan rasa yang tajam. Lebih tajam dari rasa kopi yang tiap pagi kuseduh untukmu.

“Kenapa memelukku, heh?” Setengah sadar suaramu membuyarkan imajiku. Aku diam tapi pelukanku makin erat. Aku mau bermanja sebelum kemeja dan dasi itu membawamu ke kantor.

Kau tersenyum. Pelukku berbalas. Kita berpelukan. Tak bicara. Membiarkan detak jantung masing-masing bercerita sesuai ritmenya sendiri.

Aku mau bermanja denganmu, selamanya…

No Comments

Leave a Reply