Kepada Tuan

Setiap pagi, aku yang mengetuk pintumu, membangunkanmu, menyiapkan sarapan dan kopi hitam kesukaanmu. Aku pula yang menyiapkan kemeja dan celanamu. Seketika kau berangkat dengan mobil kodok tuamu itu, maka aku sendiri. Menatapmu yang terus menghilang di kejauhan.

Aku yang memijat telapak kakimu saat kau pulang. Kau tahu, senyum dan terima kasihmu sudah cukup membayar semuanya. Asal penatmu lenyap, itu sudah cukup. Sore sebelum kau pulang, telah kusiapkan makan malam, air hangat untuk mandimu, dan kopi hitam. Meski seringkali kau tak menyentuh semuanya, asal ujung matamu melirikku, itu sudah cukup.

Akulah yang mencuci pakaian dalammu. Yang menyetrika dan melipatnya dengan rapi. Sepatu mengkilatmu setiap hari kulap dan kusemir. Pun akulah yang menopangmu saat malam hari kau pulang dengan aroma alkohol yang menyengat.

Tahukah kau, bahwa hatiku ngilu setiap kali kau pulang dengan wanita yang berbeda dan esoknya kau bertindak seolah tak ada apa-apa?

Aku, pengagummu, bolehkah sebentar saja kau melupakan strata dan mencoba melihatku–melihat hatiku?

Aku mencintaimu, Tuan…

 

No Comments

Leave a Reply