Selamat datang di kamar!
Ruangan 3×3 meter persegi. Lengkap dengan lemari, ranjang tipis, dan cermin yang sudah cuil ujung-ujungnya. Semua tertata sebagaimana adanya di bawah sinar bohlam lampu 5 watt. Inilah tempat dimana kata dan cinta bersatu.
Bukan hanya tempat dimana laki-laki dan perempuan melebur dalam sayang. Tapi juga tempat dimana tiap kalimat menjadi berarti. Kalau laki-laki tak pulang berbulan-bulan, maka bantal itu menjadi basah oleh air mata perempuan.
Ia bercerita pada bantal, guling, dinding, dan seisi penghuni kamar tentang betapa khawatirnya ia akan laki-lakinya. Kalau suaminya pulang, maka ia bersiap telentang di atas ranjang. Bukan bercinta! Tapi bercerita soal anak, hidup, uang, dan kisah tetangga sebelah.
Pernah suatu malam lelakinya pulang, tak bawa uang. Perempuan itu diam tapi bibirnya tersenyum. Ia buatkan teh hangat. Kantung teh itu sudah berhari-hari dicelup. Ia menyuguhkan sepiring singkong rebus. Cuma itu yang mereka punya.
Keduanya masuk kamar. Telentang. Bola mata berputar menyapu langit-langit kamar yang keropos. Mereka bercerita, soal cinta, soal hidup, soal tetangga sebelah, soal anak.
Diam-diam perempuan itu berbisik di ujung telinga laki-lakinya, “Besok kita makan apa, Pak?”
Suaminya menghela napas, “Kita lihat besok, Bu.”
No Comments