Komedi Hati

Kalau kau mau tahu apa arti cinta, datang ke mari. Duduk di sebelahku, pegang tanganku. Tangan itu selalu saja dingin saat kau di sampingku.

Kalau kau mau tahu artinya sakit hati, maka lipatlah tubuhmu seperti lembaran kertas lalu menyelinaplah ke dalam hatiku. Lihat! Ada lubang menganga di sana. Hatiku berlubang. Dokter bilang aku tak sakit. Tak ada obat, tak ada periksa laboratorium. Karena kaulah yang melubanginya.

Sebulan lalu luka itu mengering. Tertutup tanpa bekas. Hatiku kembali mulus. Hanya saja tanganku kembali dingin. Karena kau selalu punya cara untuk buatku mati kaku. Ah, tapi aku suka menggigil seperti ini, karena kau siap memelukku. Bukan begitu?

Tapi minggu lalu, saat sandikala merobek petang, kau pergi lagi. Luka itu kembali menganga. Mulutmu menyebut-nyebut soal perpisahan, sementara tanganmu menggandeng yang lain. Lalu kau pergi.

Hari demi hari aku merasa lubang di hatiku makin dalam. Tak nyeri, tak jua pedih. Aku tak merasa apa-apa. Tak ada kasih ataupun benci.

Aku berobat. Dokter bilang hatiku mati rasa saking parahnya. Lubang itu makin dalam dan begitu cepat membusuk.

Esoknya, saat aku bangun aku merasa ada yang menggeliat dari dalam tubuhku. Tepat di bawah dada sebelah kanan dekat ulu hati. Geli. Baru kali ini aku merasakannya. Dan serta-merta aku mencium bau busuk dari dalam mulutku. Menyengat sekali. Aku mual mau muntah. Baunya seperti bangkai tikus disiram nanah.

Dan…

HOEEEKKK!!!

Aku muntah. Muntahanku berceceran di lantai kamar. Oh Tuhan! Aku memuntahkan banyak belatung. Rasa geli itu kembali merayapi hatiku lalu.. Hoeeekk! Aku muntah belatung lagi.

Belatung itu jumlahnya ribuan. Badannya gendut-gendut, merayap beriringan dengan rapi. Kuperhatikan iring-iringannya. Mereka menyelinap ke luar kamar.

“Hei! Mau kemana?”

“Kami mau menggerogoti hati perempuanmu juga!” Jawab mereka sambil terus berjalan.

“Kenapa?”

“Kami mau tinggal di sana, di hatinya. Karena hatimu sudah terlalu busuk, penuh sakit hati dan dendam.”

“Tapi dia yang sudah membolongi hatiku dan membuatku menderita! Wajar kalau aku dendam padanya. Dia mempermainkan hatiku! Harusnya kalian membelaku, belatung jahanam!”

“Setidaknya hatinya bahagia di atas penderitaanmu!”

Gerombolan belatung lenyap. Drama apa ini? Bahkan belatung menjijikan pun ogah berlama-lama menggerogoti hatiku. Mereka bilang hatiku penuh dendam dan sakit hati. Bahkan aku keburu mati rasa untuk menyadarinya.

Secepat kilat kumasukkan jari-jariku ke tenggorokan, merogoh hati. Dapat! Entah bagaimana kudeskripsikan bentuknya. Warnanya pucat kemerahan bercampur darah. Ada lubang besar yang sudah busuk di sana. Baunya? Alamak! Busuk!

Lalu kuambil plester dan kutambal lubangnya. Kuambil ember berisi detergen dan air kemudian kurendam biar bersih.

No Comments

Leave a Reply