Nostalgia di Akhir Pekan
Nikmat betul bernostalgia, bikin lupa usia. Mungkin itu sebabnya orang tua lebih suka duduk di teras rumah. Diam. Pikirannya melayang ke masa-masa kejayaan.
Nikmat betul bernostalgia, bikin lupa usia. Mungkin itu sebabnya orang tua lebih suka duduk di teras rumah. Diam. Pikirannya melayang ke masa-masa kejayaan.
Saya ingat betul malam itu. Dingin. Senyap. Kosong. Saya terduduk di taman. Sendiri. Saya tidak mengharapkan bintang atau suatu meteor jatuh terguling. Malam itu pukul 11. Ada kebekuan yang melingkupi. Namun mencair seketika ketenangan itu merangkak naik. Saya mencintai malam karena di dalamnya ada pengharapan, doa, dan ketenangan. Tak berarti saya membenci siang atau pagi atau sore. Tidak, jangan berpikir…
Aku punya mainan baru. Bermata bulat. Lekuk yang dalam. Rengekan yang khas. Rambut yang berantakan, itu sebabnya aku suka menyisir rambutnya. Kupeluk ia menjelang tidurku. Tatkala mataku benderang, kucari ia. Kudekap. Aku suka berbagi kisah dengannya, meski ia diam. Tak pernah mengerti. Bahasaku, bahasanya.. Berbeda. Matanya indah. Aku tergila-gila karenanya. Mata bundar dengan lekuk yang dalam, meski tak pernah berkedip.…
Aku pernah duduk berdua dengannya Di bawah ketiak langit malam Kami bercanda Kami saling meninju bahu Tubuh kami terbaring di atas rumput Kami berlari Bebas Ia melempar bulan yang koyak Aku membalasnya dengan sekarung bintang Lagi, ia menyambit kakiku dengan angin Maka kujitak kepalanya dengan kunang-kunang Ada cinta Kisah itu lenyap ketika kami beranjak dewasa Kami pisah P.S: Puisi ini…