Selamat pagi.
Tepat pukul 2 dini hari pada 10 Juli 2010 saya menulis posting ini. Mata saya masih enggan tertutup. Lagipula posting terakhir dibuat 3 hari silam, jadi tak salah kalau saya kangen moment mengetik seperti ini 🙂 Entah apa yang mau diposting.
Tak ada yang banyak berubah. Hanya belakangan perhatian saya migrasi, dari blog ke Twitter. Tenang, saya bukan ketagihan social network. Saya masih menulis. Sedang keranjingan menulis di @fiksimini dan @puisikita. Menulis itu melegakan, jadi saya menulis saja. Isinya? Ah, klasik! Apalagi kalau bukan soal cinta, cinta, cinta. Cinta yang universal: pada pria, pada keluarga, pada Tuhan, pada semesta, pada hidup, pada konflik, dll –termasuk cinta pada cinta itu sendiri. Lain kali akan saya share beberapa coretan saya di jejaring sosial itu.
Beberapa memuji tulisan saya di dua akun tersebut (entah bagaimana beberapa lainnya, hehehehe). Terima kasih banyak banyak banyak. Tapi saya akan lebih berterima kasih kalau pujian itu disertai kritik 🙂
Menulis itu untuk kepuasan batin, kelegaan hati. Menulis itu untuk bersyukur karena telah dikarunia talenta macam ini –asal menulis yang sehat 😛 Saya menulis untuk kepentingan cinta. Cinta pada siapa? Cinta yang universal. Ah, perlu saya ulang paragraf tadi?
Melek hingga pagi lalu menulis dengan lampu temaram dan telinga tersumpal earphone itu menyenangkan. Imaji saya liar berlari, ke sana, kemari. Kadang mereka kembali duduk pada posisinya di otak dengan baik dan benar. Kadang terjungkal ke balik meja. Kadang tak kembali. Hah! Nyeleneh.
Inilah posting tanpa ujung dan tema. Selamat tidur 🙂
No Comments