Biarkan Mereka Berkata Semau Mulutnya. Jangan Diaminkan. Sebab Ini Perihal Hati.*
Sayangku, mau sampai kapan kita hidup dengan kata orang? Soal perasaan, mimpi, serta pelbagai ketakutan di dalamnya biarlah kita saja yang tahu.
Sayangku, mau sampai kapan kita hidup dengan kata orang? Soal perasaan, mimpi, serta pelbagai ketakutan di dalamnya biarlah kita saja yang tahu.
Malam ini, aku mau menulismu. Mungkin tentang lekuk matamu yang dibingkai alis yang tak terlalu pejal. Mungkin juga soal hidungmu yang sempurna. Atau bagaimana kau menggenggam tanganku seraya berusaha fokus pada kemudi mobil saat kita membelah malam di Jakarta. Aku mau menulis tentang betapa aku kecanduan bersandar di bahumu hingga terlelap. Sesekali akan kuselipkan cerita tentang sisi manjaku, keluhan-keluhanku, mimpiku……
Bisakah sebentar saja kita meneguk secangkir teh hangat lalu bercerita soal kepenatan dan kesesakan ini? Satu atau dua jam saja sampai matahari benar-benar turun sore ini.
Saya Malam.. Saya mencintai Siang. Kami tak pernah bertemu. Tak pernah bercerita. Tak pernah bertatap muka. Tapi saya mencintainya. Dia pun demikian. Saya Malam.. Saya mencintai Siang. Ia memberikan harapan untuk menjalani hidup. Dia itu terang untuk hidup saya, meski kami tak pernah bertemu. Saya Malam.. Saya mencintai Siang. Di tengah kegelapan, saya berdoa. Saya memohon pada Tuhan agar kami…
Aku mencintaimu. Sama seperti dulu, saat pertama kali bertemu, bertahun silam. Dengan porsi perasaan yang sama. Tak kurang, tak lebih. Tepat pada porsi yang demikian. Dengan luapan emosi yang sama persis. Rindu yang tak berubah. Semangat yang sama. Manja yang mengepul seperti asap. Tak ada yang berubah. Hanya saja kini cintaku bertujuan. Ke kiri, bukan ke kanan dimana hatimu bercokol…
Malam ini aku mau lelap dalam pembaringan. Memelukmu dari belakang. Mencium punggungmu saat terlelap. Dengan cara ini biasanya mimpi kita bersatu. Kau mimpi A, aku mimpi B. Tapi kita bersatu dalam cinta yang menghasilkan mimpi C. Sesungguhnya, aku kangen. Kangen sekali dengan wangi tubuhmu yang kuendus tiap kali duduk di belakang, dan kau di depan mengendalikan motor. Aku kangen bola…
Tadi pagi, waktu matamu penuh embun, kukecup kedua kelopaknya. Kau tak bergerak, hanya sedikit bersuara manja. Inilah saat-saat yang paling kusuka. Tanganmu terjuntai ke atas. Mulutmu menganga kecil. Kaos putih polos membalut tubuhmu. Secepat kilat, kudekap tubuhmu, berteduh di kolong ketiakmu. Aromamu khas. Aku mau seperti ini dua atau tiga jam lagi. Lupakan jam yang berdering. Lupakan alarm di handphone.…